Sukses

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan Masih Terbatas

Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) meminta pemerintah mempercepat penguatan ekosistem usaha nelayan kecil dalam memperoleh pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui scan barcode.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO), mendorong langkah Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian BUMN untuk mempercepat penguatan ekosistem usaha nelayan kecil dalam memperoleh pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui scan barcode.

"Bagus sekali itu (scan barcode), itu menurut kami sudah pas karena memang selama ini isu terkait bahan bakar minyak itu terkait kuota," kata Riza Damanik, dalam Diskusi publik terkait “Hilirisasi, Kunci Optimalisasi Potensi Perikanan Nasional?”, Senin (20/2/2023).

Kata Riza, selama ini banyak orang yang lebih memperhatikan soal penyediaan kuota penyaluran BBM untuk nelayan. Namun, sebenarnya yang selalu luput dari perhatian sarana prasarana infrastruktur dasar penyaluran BBM yakni Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) masih terbatas.

"Contoh kita punya 11 ribu desa nelayan di Indonesia, anggaplah 11 ribu itu separuh aja yang nelayannya aktif, maka ada sekitar 50 ribu desa pesisir di Indonesia yang aktif nelayannya, sementara kita hanya punya 388 tempat penyaluran BBM, SPBUN. Jadi jomplang sekali," ujarnya.

Menurutnya, seberapa banyak pun kuota BBM yang Pemerintah alokasikan, tanpa sarana prasarana yang memadai, maka nelayan akan membeli BBM secara eceran, karena jumlah SPBUN masih terbatas. Oleh karena itu, ISKINDO mendukung inisiasi pembelian BBM melalui scan barcode untuk mempermudah nelayan.

"Jadi, seberapa pun kuota BBM yang kita alokasikan sudah barang tentu nelayannya ga akan beli. Mereka akan beli di eceran karena SPBUN nya terbatas jumlahnya. Nah, itulah kenapa kita mendorong mendukung yang diinisiasi oleh kementerian koperasi dan Kementerian BUMN untuk mempercepat penguatan ekosistem usaha nelayan kecil kita ini, dengan melengkapi bahan bakar minyak tadi, SPBUN-SPBUN yang dikelola koperasi," jelasnya.

 

2 dari 3 halaman

Sistem Tertutup

Nantinya, SPBUN yang dikelola Koperasi sistemnya tertutup. Artinya nelayan yang mendapat BBM subsidi dari koperasi tersebut harus lebih dahulu terdaftar di koperasi yang bersangkutan. Kemudian, koperasi akan mendata nelayan-nelayan untuk diberikan kertas berupa scan barcode guna membeli BBM subsidi.

"SPBUN yang dikelola koperasi ini nantinya dia menjalankan sistem tertutup, tidak terbuka, artinya nelayan yang dapat BBM dari koperasi tersebut itu harus terdaftar di koperasi, nah nanti koperasi mereka data, sehingga mereka datang bukan bawa Hp, cukup bawa barcode yang diprint," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Erick Thohir dan Menteri KKP Permudah Nelayan Peroleh Solar Subsidi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Sakti Wahyu Trenggono menggandeng Kementerian BUMN yang dipimpin Erick Thohir dalam menyediakan akses BBM bagi nelayan. Dalam kerja sama ini, Kementerian BUMN menugaskan PT Pertamina (Persero). 

Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, kerja sama antara KKP dan Kementerian BUMN yang diwakili oleh Pertamina ini untuk mempermudah nelayan mendapatkan BBM sesuai dengan harga resmi yang berlaku.

"Kami berterima kasih kepada Pak Menteri BUMN, Dirut Pertamina, PT Patra Niaga yang sudah men-support ketersediaan bahan bakar minyak. Ini yang paling penting," ungkap Sakti Wahyu Trenggono di kantor KKP, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2023).

Penandatangan kesepakatan bersama kemudian dilanjutkan dengan penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP dengan PT Pertamina Patra Niaga tentang Dukungan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi di Kampung Nelayan dan Pelabuhan Perikanan.

Kerja sama inilah yang akan memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dengan harga terjangkau di lokasi-lokasi tadi.

Menteri Trenggono menerangkan, kebutuhan bahan bakar nelayan mencapai 3,4 juta kilo liter per tahunnya. Untuk memastikan distribusi tepat sasaran dan tidak terjadi pemborosan, penyaluran BBM akan dilakukan pada enam zona penangkapan di Indonesia.

"Yang pasti kita sudah membuat zona, ada zona 1 sampai 6. Ini kita klaster dengan zona tadi, dan pelabuhannya sudah kita tentukan. Ini tentu memudahkan pendataan dan distribusi. Fokus bisa di tempat-tempat tadi, sehingga tidak terjadi pemborosan. Klaster bisa mengontrol pendistribusian," ungkap Menteri Trenggono.